Kisah Seorang Ibu Guru Cantik Yang Malang Di Penjara Akibat Penganiayaan
Malang benar nasib guru honorer di SD Negeri Regol 13 Kiansantang, Garut, Jawa Barat ini. Namanya Vini Novianti (33). Dia kini tengah mendekam di Rutan Garut.
Wanita berjilbab itu dijerat pasal 351 ayat 1 KUHAP tentang penganiayaan. Hukuman penjara selama 2 tahun 8 bulan mengancamnya.
Guru berparas ayu ini harus bertanggung jawab atas perbuatannya melemparkan pasir bercampur kerikil ke muka seorang pengembang perumahan, Ee Syamsuddin pada 6 Juni yang lalu.
Yang menyedihkan, tak ada satu pun saksi meringankan yang diperiksa polisi untuk guru cantik ini. Meski demikian, berkas perkaranya terlanjur dilimpahkan ke kejaksaan. Berkas itu kemudian dinyatakan lengkap dan jaksa langsung menahan ibu dua anak ini. Pada Senin 10 Oktober 2011 ini, Vini kembali dipaksa menduduki kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Garut untuk kedua kali terkait kasusnya.
Vini mengaku sempat mengajukan keberatannya kepada jaksa. “Saya datang ke kejaksaan, tadinya meminta jangan dulu diproses berkas saya. Karena ada saksi yang melihat secara langsung, tapi tidak di BAP oleh polisi,” kata Vini.
Sementara itu, Kapolres Garut, AKBP Yayat mengatakan pengakuan Vini itu tidak benar. Dia mengaku para penyidiknya sudah memberi kesempatan kepada Vini untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan. “Sampai beberapa kali kesempatan, sampai kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan tidak ada juga saksi itu,” kata Yayat, Minggu (9/10/2011).
Yayat pun membantah tudingan bahwa polisi sengaja tidak memeriksa saksi yang meringankan Vini itu. Buktinya, saat diajukan ke kejaksaan, tidak ada petunjuk untuk melengkapi berkas perkara itu dengan saksi yang menguntungkan Vini. Berkas itu malah dinyatakan lengkap. “Kalau ada petunjuknya, kami pasti akan lengkapi. Ini kan tidak ada petunjuk seperti itu. Berkas sudah dinyatakan P21 (lengkap),” kata dia.
Menurut Yayat, jika benar-benar memiliki saksi yang meringankan, maka Vini mempunyai waktu panjang untuk mengajukannya ke penyidik kepolisian saat itu. Pasalnya, proses penyidikan kasus ini di kepolisian terbilang lama. “Laporan kasus itu dibuat pada 6 Juni, dilimpahkan ke jaksa 18 Agustus, dan dinyatakan P21 pada 19 September,” kata Yayat.
Selain itu, tambah dia, Kepolisian juga sudah melakukan upaya mediasi antara Vini dengan Ee Syamsudin. Namun, upaya itu gagal total. “Haji Ee tak mau damai, dan Ibu Vini menyatakan siap jika kasus ini diteruskan ke pengadilan,” kata dia.
Pagi nahas
Derita Vini itu berawal pada 6 Juni 2011 lalu. Sekitar pukul 09.00 WIB, Ee datang menanyakan cicilan rumah Vini di Kompleks Bale Kembang, Kelurahan Kota Kulan, Garut. Cerita itu disampaikan oleh suami Vini, Yadi Mulyadiono.
“Gimana untuk masalah rumah? Jangan cari masalah!” kata Yadi menirukan bentakan Ee.
Yadi semula tidak menanggapinya dan memilih masuk ke dalam rumah. Vini yang berada di dalam, bertanya kepada suaminya hal-ihwal keributan itu. Yadi pun mengatakan kepada istrinya itu bahwa Ee menagih cicilan rumah mereka.
Mendengar penjelasan sang suami, Vini kemudian keluar menghampiri Ee. Lantas, terjadi adu mulut di antara mereka. Vini, menurut Yadi, didorong Ee Syamsuddin hingga terjatuh. “Di bawah itu ada bekas pasir yang diayak. Lalu, Vini melempar kerikil-kerikil itu ke Ee, mengenai dahi dan mukanya,” kata Yadi.
Ee luka lecet dan memar di dahi. Dia kemudian melaporkan Vini atas tuduhan penganiayaan ke Polsek Garut Kota. Setelah melapor, dia juga memeriksakan dan memvisum lukanya ke Rumah Sakit Guntur, Garut.
Wakapolsek Garut Kota AKP Junaidi Umar mengatakan polisi sudah berusaha mendamaikan keduanya. Namun gagal total karena Ee tidak mau menempuh jalur mediasi. Dia tetap ngotot agar kasus tersebut diproses secara hukum. Justru, kata Junaidi, Ee menuduh polisi bermain mata dengan Vini sehingga tidak serius memproses kasus ini.
Karena itu, Polsek Garut Kota akhirnya melengkapi berkas dan menyampaikannya ke kejaksaan. Tak lama berkas sampai di kejaksaan, kasus langsung dinyatakan P21 alias lengkap. Pada waktu penyerahan berkas dan tersangka dari kepolisian pada 19 September lalu, kejaksaan langsung menahan Vini.
Sikap keras jaksa
Kepala Kejaksaan Negeri Garut Wisnaldi mengatakan penahanan terhadap Vini sudah sesuai prosedur. Wisnaldi mengaku khawatir Vini akan menghilangkan barang bukti dan melarikan diri jika tidak ditahan.”Di sana disebutkan bahwa tersangka yang dijerat dengan pasal 351 dapat dilakukan penahanan,” kata Wisnaldi, Jumat 7 Oktober 2011.
Wisnaldi juga mengatakan, pihaknya memproses kasus tersebut berdasarkan berita acara pemeriksaan yang dilakukan Kepolisian Sektor Garut. “Kalau di BAP kami lihat, melempar korban dengan pasir yang bercampur krikil ke arah muka korban yang menyebabkan korban terluka,” ucapnya.
Namun, Wakapolsek Garut Kota Ajun Komisaris Polisi Junaidi Umar berpendapat sebaliknya. Sebelumnnya polisi tidak melakukan penahanan kepada Vini. “Alasannya, karena kasus ini tidak terlalu berat. Tersangka kooperatif, saat dipanggil datang. Tidak mungkin menghilangkan barang bukti, karena hanya kerikil,” kata Junaidi.
Selain itu, Vini juga merupakan seorang ibu yang mempunyai dua orang anak, dan pekerjaannya jelas. “Jadi itu dasar-dasar polisi tidak menahan,” tutur Junaidi.
Dukungan mengalir
Kasus ini mengundang keprihatinan warga Garut, terutama, para siswa Vini. Para siswa menggelar aksi keprihatinan dan doa bersama pada Rabu lalu, 5 Oktober 2011, agar ibu guru mereka dibebaskan polisi. Suasana haru diwarnai isak tangis para siswa pun pecah ketika salah seorang guru SDN Regol memimpin doa bersama.
Pada Kamis 6 Oktober, para siswa juga menulis surat ke bupati, jaksa, hakim, agar Vini dibebaskan. Surat itu mereka serahkan kepada pengacara Vini, Kusnadi.
Kasus yang menimpa Vini mendapat perhatian khusus. Pasalnya, di sekolah tempatnya mengajar, terdapat anak Komandan Kodim, Bupati, Wakil Bupati, dan jaksa. Sekolah ini memang merupakan sekolah favorit di Garut.
Wanda, salah satu siswa SD Negeri Regol 13, mengatakan selama Vini ditahan tiga pekan, kegiatan belajar-mengajar siswa kelas VI SD terganggu. Vini merupakan guru bahasa Inggris dan tak ada yang menggantikannya. “Tidak ada yang mengajar,” kata Winda, Jumat.
Di mata siswa, Vini termasuk guru yang cerdas dan dekat dengan para muridnya. “Dia tidak pernah membentak,” kata Wanda. “Ibu Vini ini paling mengerti di antara yang lain. Bahkan banyak para siswi yang sering curhat.”
Istri Wakil Bupati, Rani Dicky Chandra, turut angkat suara. Menurut dia, penahanan Vini dapat membawa pengaruh buruk bagi psikologi siswa. “Karena yang namanya orang dipenjara, konotasinya negatif buat siswa,” katanya. “Karena yang dipenjara itu biasanya orang jahat.”
Bersama orangtua murid lain, Rani menyatakan akan menggelar aksi solidaritas pada sidang kedua Vini, Senin mendatang. “Untuk memberikan dukungan moril,” katanya.
Aksi solidaritas juga dilakukan para siswa SMKN 1 Garut. Mereka melakukan istigosah dan penggalangan dana untuk Vini. Rencananya, dana itu akan mereka sumbangkan sebagai uang jaminan dan meringankan beban Vini.
Selain itu, forum guru di Garut juga akan menyumbangkan uang Rp10 juta untuk meringankan masalah Vini. Bupati Aceng HM Fikri tak ketinggalan juga memberikan bantuan pendampingan hukum.
0 comments:
Post a Comment